Mengenang Usmar Ismail, Sutradara Film Indonesia Yang Sesungguhnya

Umar Ismail
Umar Ismail Berada di Tengah
Setiap tanggal 30 Maret insan perfilman Indonesia memperingati tanggal ini sebagai Hari Film Nasional. Tanggal ini diputuskan sebagai Hari Film Nasional karena tepat pada 64 tahun yang lalu film Darah dan Doa atau Long March Siliwangi mulai diambil gambarnya. Film ini dinilai sebagai film Indonesia asli pertama karena diproduksi oleh Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) yang didirikan dan dimiliki oleh orang Indonesia asli. Tak hanya perusahaan film, tapi juga sutradara dan ceritanya.

Pendiri Dari Perfini, sutradara film Darah dan Doa, yang juga Bapak Perfilman Nasional adalah Usmar Ismail. Usmar lahir pada tanggal 20 Maret 1921 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Sebelum berkecimpung di dunia perfilman, beliau merupakan seorang penyair dan dramawan. Pada tahun 1945, setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, beliau menjadi Pemimpin Redaksi “Harian Rakjat” Jakarta.

Pada saat tentara Belanda kembali bersama tentara Sekutu, beliau pindah ke Yogyakarta dan menjadi TNI hingga tahun 1949. Selain menjadi tentara, pada masa itu beliau aktif sebagai sastrawan, dramawan, dan wartawan hingga sempat ditawan oleh Belanda dengan tuduhan melakukan subversi. Setelah bebas, Usmar membantu menyutradarai film Gadis Desa garapan Andjar Asmara yang telah dikenal sebelumnya.

Di awal tahun 1950 dengan semangat nasionalisme yang tinggi, Usmar Ismail bersama beberapa kawannya mendirikan Perfini dan melahirkan fim Indonesiawi pertama yaitu Darah dan Doa. Sehabis menyutradarai Terimalah Laguku di tahun 1952, Usmar berangkat ke Amerika untuk belajar sinematografi. Sepulangnya dari sana, pada tahun 1953, beliau langsung membuat film Kafedo yang merupakan ujian baginya. Kafedo rusak pengisian suaranya dan gagal menarik penonton. Selain bersaing dengan film impor dalam menarik penonton, saat itu juga ada tekanan terhadap film nasional.

Pada tahun 1954, Usmar bersama Djamaluddin Malik dan pengusaha-pengusaha lainnya mendirikan PPFI (Persatuan Perusahaan Film Indonesia), dan Usmar menjadi ketuanya hingga 1965. Menyadari pentingnya program pembinaan perfilman dan dunia sandiwara Indonesia, pada tahun 1955 beliau mendirikan ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia) yang pada akhirnya bubar di tahun 1968.

Kwartal pertama tahun 1957 merupakan puncak krisis industri film dengan banyak ditutupnya studio-studio film. Perfini pun terseok-seok menghadapi krisis ini. Walau beberapa film seperti Tiga Buronan (1957) dan Djendral Kantjil (1958) karya Nya Abbas Acup, juga film Asmara Dara (1959) dan Pedjuang (1959) karya Usmar mampu meraih keuntungan komersial, tapi tetap saja Perfini terlilit utang dan akhirnya studio di jalan Mampang diambil oleh negara dan pada tahun 1960 diserahkan kepada PFN (Perusahaan Film Negara).

Film-film di era Soekarno tidak luput dari pengaruh politis, film karya Usmar berjudul Anak Perawan di Sarang Penjamun (1962) pun sempat diboikot oleh kelompok PKI Lekra. Dalam kericuhan politik ini, Usmar bergabung dengan NU dan menjadi Ketua Lesbumi organ kebudayaan NU. Melalui partai itu Usmar menjadi anggota DPR GR pada tahun 1966 hingga 1969. Di masa ini, selain menjadi anggota DPR GR, Usmar berlibur dari dunia film dan lari ke dunia dagang lalu dunia hiburan.

Usmar merupakan orang Indonesia pertama yang mendirikan night club, yaitu Miraca Sky yang didirikan pada tahun 1967 di puncak teratas gedung Sarinah. Pendirian Miraca Sky merupakan permintaan dari Ali Sadikin, Gubernur Jakarta pada saat itu, yang ingin menjadikan Jakarta sebagai kota Pariwisata. Night club ini tidak bertahan lama, tutup di tahun 1970 karena dilikuidasi Sarinah.

Tahun 1970 adalah tahun penutup bagi kehidupan Usmar Ismail. 31 Desember 1970, Usmar pulang dari Italia dengan rasa kecewa karena film kerjasama Perfini dan Italia, Adventure in Bali, peredaran di Indonesia tidak dikirim. Selain itu, Usmar harus mem-PHK 160 karyawannya yang bekerja di Miraca Sky Club. Sempat menyelesaikan dubbing film Ananda yang merupakan film debut dari aktris Lenny Marlina, pada tanggal 2 Januari 1971 Usmar Ismail dikabarkan meninggal dunia karena stroke.

Usmar Ismail dimakamkan di TPU Karet, Jakarta atas permintaan keluarga. Makamnya mendapat banyak karangan bunga, salah satunya dari mantan Presiden Soekarno yang menyebut Usmar sebagai, “Sutradara Indonesia yang sesungguhnya.” Perjuangan dan idealismenya untuk berdiri sendiri, tidak memikirkan sisi komersil hanya ingin menunjukan realitas sebuah masyarakat, menunjukan identitas Indonesia asli dalam membuat film patut dihargai setinggi-tingginya. Semoga film-film Indonesia yang akan datang dapat belajar dari Usmar Ismail dan melanjutkan cita-cita mulianya.
Previous
Next Post »